Banner

Benarkah Faktor Genetik Bisa Jadi Penyebab Depresi? Ini Penjelasannya

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang kompleks, yang mana mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahunnya, termasuk di Indonesia. Rupanya ada peran faktor genetik dalam munculnya depresi yang diderita seseorang. Pertanyaannya adalah sejauh mana genetik atau faktor keturunan memainkan peran dalam menyebabkan seseorang bisa rentan terhadap depresi? Artikel ini akan membahas bagaimana faktor genetik bisa menjadi penyebab depresi, serta penjelasannya yang mendalam.

Sebagian orang mungkin banyak yang belum mengetahui jika faktor genetik dapat berperan dalam menyebabkan depresi. Sebuah penelitian menyebutkan jika seseorang dengan riwayat keluarga yang depresi memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi sendiri. Meski begitu, tetap penting untuk diingat bahwa genetik bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan apakah seseorang akan mengalami depresi atau tidak. Faktor lainnya, seperti lingkungan, pengalaman hidup, dan stres juga dapat memainkan peran penting seseorang mengalami depresi.

Dr. Nining Gilang Sari, MKedKJ, SpKJ (Member Junior Doctors Network Ikatan Dokter Indonesia)

dr. Nining Gilang Sari, MKedKJ, SpKJ selaku Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa di RSJ Tampan Provinsi Riau menjelaskan jika seseorang dalam sebuah keluarga bisa jadi mengalami depresi jika ada salah satu dari keluarganya yang mengalami hal serupa.

“Misalnya ada orang tua atau saudara kandung yang memiliki depresi, kita pasti punya sekian persen untuk mengalami depresi. Secara keturunan atau  gen akan ada sekian persen yang membawa DNA-nya mengalami depresi. Kondisi seperti ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, akan tetapi tidak semua orang tua dengan depresi, anaknya juga ikut depresi. Tentu ada faktor-faktor lain, seperti faktor lingkungan serta bagaimana kondisi dia tumbuh dan berkembang,” jelas dr. Nining pada IDI Online. 

Dengan arti lain, gangguan jiwa itu bukan hanya terjadi karena kondisi saat ini, tetapi bisa juga terjadi karena faktor genetik, karena dia dikandung oleh orang tua yang mengalami gejala-gejala depresi.

“Hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan otak, mempengaruhi lingkungannya bertumbuh mulai dari TK sampai SMA. Itu akan mempengaruhi kehidupannya. Bisa jadi juga peran penyalahgunaan zat yang menyebabkannya mengalami depresi. Hal paling mudah dilihat, contohnya kalau satu orang anggota keluarga di rumah tidak bisa tidur karena mengalami depresi, pasti satu rumah tidak bisa tidur juga dan ikut memikirkannya. Secara tidak langsung akan ada tekanan pada psikis kita, karena itu termasuk pengaruh dari faktor lingkungan,” terang dr. Nining. 

Meskipun faktor genetik berperan dalam depresi, penting untuk diingat bahwa depresi bukanlah penyakit keturunan yang pasti. Artinya, hanya karena seseorang memiliki anggota keluarga dengan depresi, bukan berarti mereka pasti akan mengalami depresi juga. Adapun genetik dapat mempengaruhi cara seseorang merespons stres. Seseorang dengan genetik tertentu mungkin akan lebih rentan terhadap efek negatif stres, sehingga lebih mudah mengalami depresi. 

Faktor-faktor yang Menyebabkan Depresi 

Depresi adalah kumpulan gejala yang terdiri dari tiga gejala utama. Pertama, mood yang sedih atau suasana perasaan yang sedih dan depresif, yang kedua hilangnya minat, dan yang ketiga adanya penurunan dari kondisi tubuh seperti mudah capek atau mudah lelah. Selain dari tiga gejala utama, dr. Nining mengungkapkan ada gejala tambahan yang kadang-kadang orang baru datang mengeluh karena merasakan gejala tersebut. 

“Gejala tambahannya itu, seperti kurang konsentrasi, penurunan dan peningkatan napsu makan, perubahan pola tidur, dan yang agak berat adalah keinginan untuk menyakiti dan mengakhiri hidup,” ujar dr. Nining. 

Dia menambahkan terkait gejala-gejala tambahan tersebut setidaknya harus dialami minimal 2 minggu untuk gejala utama dan gejala tambahan. Tapi, bisa juga lebih cepat apabila ada gejala yang menonjol, misalkan keinginan untuk bunuh diri. Alasannya sendiri bisa disebabkan karena hal-hal bersifat pribadi, misalnya karena orang tua meninggal dunia, putus dengan pasangan, atau penyebab-penyebab lain yang memicu kondisi depresi. 

“Kalau untuk gangguan jiwa sendiri, sampai saat ini tidak ada yang pasti, karena sifatnya masih multifactorial. Semua itu bisa berpengaruh. Namun, kalau secara teori-teori etiologinya ada banyak, ada teori biologic yang mana  ada beberapa sektor di otak yang mengalami gangguan, sehingga pada akhirnya mengganggu kondisi kejiwaan kita,” tuturnya.

Selain itu, dijelaskan oleh dr. Nining bahwa ada juga teori lingkungan yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang mana membuat stres. Dimana saat ini kasusnya bisa dibilang cukup banyak. 

“Lain dulu, lain sekarang. Kalau dahulu mungkin karena gangguan jiwa itu dianggap tabu dan masih memiliki stigma yang buruk di masyarakat, jadi belum terlalu banyak orang yang membicarakannya. Tapi, pemicunya itu luar biasa, misalnya perundungan. Dulu, saat masih sekolah, kita mungkin cukup tabu membicarakan hal-hal yang terjadi di sekolah, karena di sekolah sudah ada guru konseling yang menanganinya. Tapi, sekarang pada kenyataannya kita banyak melihat ana-anak sekolah mengalami perundungan, penyerangan verbal, dilecehkan secara seksual, dan banyak kasus-kasus lain yang mudah ditemui. Apalagi saat ini, satu berita bisa dengan mudah menjadi viral jika sudah dibawa ke media sosial. Hal-hal itu tadi bisa memicu terjadinya depresi bagi seseorang,” beber dr. Nining. 

Gejala Depresi yang Mungkin Dirasakan 

Gejala pada seseorang yang mengalami depresi itu berbeda-beda, akan tetapi yang paling sering dirasakan oleh usia anak sekolah, contoh pada usia SMP - SMA biasanya malas sekolah, kehilangan minat pada suatu hal, tidak mau sekolah, tidak ada keinginan untuk bergerak, tidak mau keluar rumah, dan lain-lain. 

Sedangkan gejala yang dirasakan pada seseorang dengan usia dewasa muda, gejalanya pada usia produktif itu kerap mengeluhkan tidak bisa berkonsentrasi, mudah menangis, mudah sedih, baperan, mudah tersinggung dengan lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. 

Sementara itu, gejala yang terjadi pada usia geriatri, biasanya berada pada posisi tidak mau ditinggal, ingin selalu ditemani, takut keluarganya pergi, takut ada di rumah sendirian. 

“Bisa dibilang untuk seseorang dengan usia sudah lansia, memang perasaan sedih itu mendominasi gejala depresi. Namun, untuk usia produktif, biasanya mereka overthinking. Ibaratnya banyak memikirkan hal-hal yang belum terjadi,” jelas dr. Nining. 

Baca Juga: Mengenal Overthinking, Memahami Dampak, dan Cara Mengatasinya

Penanganan Pada Seseorang yang Mengalami Depresi 

Adapun tahapan-tahapan terkait penanganan pada seseorang yang mengalami depresi bisa dimulai dengan cara-cara berikut ini: 

Untuk yang kasusnya ringan atau sedang itu biasanya dianjurkan untuk menanamkan pada diri sendiri terkait kondisi sehat jiwa. Sehat jiwa menurut undang-undang dan WHO arinya bisa beradaptasi dengan lingkungan tanpa kita berharap lingkungan bisa kita ubah. Jadi, kita tidak bisa mengubah seseorang atau lingkungan, tapi kita bisa mengubah pola pikir kita untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. 

“Jadi, jika seseorang yang memiliki pemicu stres atau depresi karena memiliki masalah dengan keluarga atau pasangan, saya arahkan untuk saling berkomunikasi terlebih dahulu, dimulai dari bertanya seperti apa masalahnya, dijaga komunikasi antar kedua pihak, dan saling terbuka, karena itu termasuk salah satu bentuk pengobatan juga,” kata dr. Nining. 

Menurut dr. Nining, terdapat dua pengobatan untuk kondisi gangguan jiwa yaitu psikofarmakologi dan psikoterapi. Psikoterapi bisa diterapkan oleh pasien untuk memperbaiki pola pikir atau kognitifnya untuk menjadi behaviour yang lebih baik lagi. 

“Ada psikoterapi sidiktif dan behaviour therapy. Kita bisa membantu seseorang untuk membuka wawasan dia untuk memiliki pola pikir yang positif supaya menghasilkan perilaku yang positif juga. Hanya saja, untuk kondisi-kondisi tertentu, kita juga menyarankan dengan tambahan dari psikofarmaka. Jadi, ada obat-obatannya dan harus datang ke tenaga profesional untuk mendapatkan pemahaman tertentu, yang bukan hanya mengonsumsi obat-obatan aja, akan tetapi juga pasien juga harus bisa memahami kondisinya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik,” ungkapnya. 

Hal yang Perlu Dilakukan Jika Mengalami Depresi Karena Faktor Genetik 

Apa yang dapat dilakukan jika seseorang mengalami depresi akibat faktor genetik? Penderita dengan depresi keturunan, mungkin saja akan berpikir bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun. Seseorang dengan segala bentuk depresi kerap terlihat sudah tidak memiliki harapan, dorongan, dan kebahagiaan. Namun, penderita depresi sejujurnya dapat diobati dan disembuhkan dengan adanya dorongan dan kemauan penderita untuk sembuh. Salah satu hal pertama yang dapat dilakukan adalah berkomunikasi dengan tenaga profesional atau mencari bantuan psikiater. 

Oleh karena itu, jangkaulah orang-orang atau kelompok yang mampu menjadi pendengar yang baik, sehingga kamu dapat menuangkan perasaan, emosi, serta isi pikiranmu. Di sisi lain, tetap lakukan aktivitas rutin yang biasanya dilakukan. Jika dokter sudah meresepkan obat-obatan, minumlah secara rutin, jangan sampai terlewatkan dan menjadi penghalang untuk sembuh.

Buat yang belum tahu, kamu bisa melakukan deteksi diri kesehatan jiwa secara mandiri melalui laman website Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia loh. Ada berbagai informasi menarik dan informatif terkait kesehatan mental dan topik-topik sejenis. IDI Online juga akan selalu menyediakan artikel-artikel menarik lainnya secara berkala. So, keep in touch with us! 

Bagikan Artikel Ini
Hotline