Menilik Polemik Makan Siang Gratis Usai Gelaran Pemilu 2024
Menilik Polemik Makan Siang Gratis Usai Gelaran Pemilu 2024
DR Dr. Darmono SS, MPH, Sp.GK
(IDI Wilayah Jawa Tengah)
Pemilu nasional telah usai, namun masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Istilah ‘Makan Siang Gratis’ merupakan wacana yang muncul saat pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden menjanjikannya bagi masyarakat. Namun, ternyata, eh, ternyata pernyataan sewaktu kampanye tersebut menjadi jebakan yang sulit untuk dilaksanakan. Janji politisi memang menjadi ilusi. Apakah benar janji hanya tinggal janji semata?
Tentunya makan siang gratis sebagai janji kampanye menjadi perbincangan yang hangat. Bukan hanya di kalangan eksekutif, legislatif, atau ahli ekonomi saja, akan tetapi masyarakat juga turut memperbincangkannya sampai di warung kopi. Meski begitu, para ekononom mengatakan prinsipnya tidak ada makan siang gratis. Hal ini berdasarkan laporan A Prasetyantoko dari Kompas pada 12 Maret lalu.
Pernyataan ini bisa dikatakan bukan hanya janji, tetapi setiap pilihan kebijakan pemerintah berimplikasi pada ekonomi hingga implikasi multi dimensi. Dampaknya bisa jadi positif, dan bisa juga negatif. Pihak eksekutif atau katakanlah para Menteri, menghitung kebutuhan makan siang karena menjadi beban fiskal pemerintah selama pemerintahan mereka berlangsung.
Hal yang perlu dipertanyakan yaitu untuk memberi makan siang gratis, dari mana sumber dananya didapatkan? Janji politisi itu akan berimplikasi untuk seluruh negeri. Para Legislatif tentu akan sibuk dengan menyiapkan rancangan undang-undang, regulasi, birokrasi, produksi, isi, nilai gizi, distribusi, hingga ke penerima manfaat pada seluruh rakyat, masyarakat sebagai inisiasi, inovasi, dan menjadi daya saing bangsa.
Setiap wacana yang menjadi keputusan sudah pasti akan ada konsekuensinya. Wacana makan siang gratis ini juga menimbulkan aksi dan reaksi, termasuk perjalanan hidup masyarakat Indonesia, khususnya anak sekolah. Program makan siang gratis adalah salah satu dari 8 program Calon Presiden dan Wakil Presiden dengan memberikan makan siang dan susu gratis di sekolah, pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, yang jumlahnya mencapai 86 juta penerima manfaat. Itu semua uang Negara, lho. Pada akhirnya, prakteknya ternyata terlalu rumit dan cukup sulit untuk dilaksanakan. Sebab, masyarakat awam perlu diberikan pemahaman bahwa ada banyak pihak yang harus ikut menanggung konsekuensinya.
Fokus Membangun Indonesia Sehat Menuju Indonesia Emas 2045
Saat ini peta jalan kesehatan Indonesia sedang berfokus membangun Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIAPK) yang berorientasi pada siklus kehidupan (life cycle) menuju Indonesia Emas di tahun 2045 mendatang. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) menjadi yang utama, dibandingkan dengan pembangunan yang lain sebagai panglimanya. Secara historis, epidemiologis, filosofis, biologis, ekonomi medis bahwa pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan beyond intergenerational continum dan long lasting impact.
Pada poin ini, letak dan waktu yang tepat untuk penanggulangan stunting pada anak balita juga sedang hangat diperbincangkan. Anak adalah masa depan bangsa dan negara yang akan menjadi daya saing bangsa. Kesehatan anak harus dimulai dari Ibu, bahkan saat sebelum hamil. Hal ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, berliku dan kritis, bahkan terkadang butuh waktu satu generasi. Sayangnya waktu yang dilewati tidak akan kembali sebagai trajectory kesehatan, pelayanan kesehatan Ibu dan anak dalam satu paket dan dengan satu data.
Pada akhirnya, prinsip makan siang gratis menimbulkan aksi dan reaksi sebagai salah satu hukum fisika dasar sekaligus hukum kehidupan banyak orang. Setiap aksi menghasilkan reaksi, lalu pada gilirannya reaksi pertama menimbulkan reaksi berikutnya, dan begitulah seterusnya. Para pengambil kebijakan wajib melakukan analisis yang cermat dan harus melalui kajian yang matang. Bahkan perlu adanya penelitian yang mendalam hingga pencapaian yang harus diantisipasi. Semuanya haruslah tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran. Dalam hukum fisika, ada penanda sikap reaktif atau responsif. Orang lain pasti dapat mengukur dari hasil capaian itu dari keputusan tersebut. Tentunya akan menjadi berbeda saat kita bicara tentang wacana kehidupan bersama. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin untuk organisasinya pasti akan berdampak pada keseluruhan organisasi. Kalau itu diucapkan oleh seorang pemimpin, tentu akan berdampak pula pada seluruh kehidupan bangsa dan negara.
Epidemiologi
Menurut data yang didapatkan dari Riskesdas 2018, terkait masalah kesehatan dan gizi anak, ada banyak anak-anak yang menderita kurang energi protein dan kurang gizi makro dan gizi mikro, sehingga tumbuh kembang mereka tidak optimal. Hal ini bisa terlihat bahwa selama 78 tahun Indonesia merdeka, tinggi badan anak laki laki dan perempuan dibanding umurnya belum sesuai standar WHO.
Mereka menderita kurang energi, protein hewani, kurang gizi mikro; defisiensi Zn, vitamin A, asam folat, zat besi Fe, dan Iodium. Bayi-bayi yang baru lahir kemudian memiliki berat badan yang rendah. Hal ini terjadi lantaran sang Ibu yang mengandung terganggu kesehatannya. Lalu, setelah melahirkan, pemberian ASI, MPASI tidak kuat, sampai tumbuh kembang yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak dari orang tua yang sejak mereka masih menjadi remaja putri hingga hamil hidupnya tidak sehat. Bahkan, sewaktu mau hamil tidak direncanakan dengan matang, termasuk kurang gizi, anemia, tidak sehat saat akan hamil. Dalam hal ini, epidemiologi gizi menjadi bukti empiris.
Di tengah terpaan krisis ekonomi dan pasca pandemi Covid-19, ibu hamil dan anak adalah yang paling rentan terserang terpaaan kelemahan, penyakit, bahkan kematian. Pelayanan kesehatan dan gizi anak sangat eksponensial, krusial, dan kritis. Tampak memprihatinkan bahwa kematian ibu hamil dan bayi pada masa Covid-19 meningkat sebanyak 40 persen (Kompas, 2021). Angka kematian ibu juga statusnya masih tertinggi di Asia, yakni sebanyak 305 orang (SDKI, SAS 2018).
Selain itu, angka stunting terpantau tidak turun selama 50 tahun terakhir dan bertengger di 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Capaian tersebut dapat sirna akibat pandemi Covid-19. Sementara itu, Tinggi badan anak laki-laki berdasarkan tahun kelahiran hanya bertambah beberapa sentimeter, kalah dibandingkan anak Korea, Jepang, dan Mongolia (Kompas, 25 Februari 2020). Penanggulangan anemia gizi juga yang telah berjalan selama 50 tahun tidak selesai, persentase anemia pada ibu hamil masih lebih dari 50 persen, walaupun telah disuplementasi (Riskesdas 2018).
Buku Gizi Anak jilid 1 dan 2 untuk menyongsong Indonesia Emas 045 menjadi bacaan masa kini dan nanti yang akan mengantarkan pencapaian anak Indonesia Emas di tahun 2045 mendatang. Buku gizi anak jilid 1 dan 2, yang ditulis anggota IDI Jawa Tengah akan berkontribusi pada pencegahan penyakit di usia dewasa hingga lansia. Gizi anak menembus lintas batas cabang ilmu biologi, embryologi, obstetri, pediatri, sampai geriatri. Dalam teori David J Baker, Bapak Epidemiologi modern kesehatan anak berkaitan dengan gizi ibu hamil, saat anak masih dalam kandungan sebagai fetal origin adult diseases (FOAD) di halaman 2. Pelayanan kesehatan, gizi ibu dan anak dalam satu paket, satu data untuk daya saing bangsa. Nutrition goes far beyond!
Perlu Adanya Reorientasi dan Justifikasi Program
Program ini memiliki orientasi dan justifikasi tinggi. Kalau mengangkat pembangunan SDM, bisa dikatakan memerlukan kalibrasi, relevansi, kajian, indikator pencapaian yang detail akan manfaat dan harapan, serta pencapaian yang akan diperhitungkan. Apakah program ini mengatasi stunting (tengkes) adalah tidak tepat dan terlambat. Kalau salah satu tujuan untuk menanggulangi tengkes, hal ini belum berlandaskan pada siklus hidup manusia (life cycle), khususnya ibu dan anak. Kehidupan manusia dikaji dari hulunya yaitu ibu. Pembangunan SDM memang utama dan pertama sebagai panglima program negara dan bangsa. Membangun manusia seharusnya dilakukan sebelum membangun apapun. Makna itu lah yang dibutuhkan oleh semua bangsa.
Janji kampanye makan siang gratis telah disampaikan oleh Prabowo Subianto dalam acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024. Beliau mengatakan bahwa anggaran untuk menjalankan program makan siang gratis diperkirakan sebanyak Rp460 triliun. Program makan siang akan diberikan pada anak-anak di lembaga pendidikan sebelum sekolah dasar (SD) hingga SMK/SMA, yang jumlahnya mencapai 78,3 juta anak sekolah. Pun dana makan siang gratis akan diambil dari sumber dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial. Sumber dana juga diperoleh dari dana subsidi BBM yang selama ini dianggap tidak tepat sasaran. Memang subsidi BBM dianggap salah sasaran, oleh karena itu perlu adanya reorientasi, justifikasi, dan dievaluasi kembali. Jadi, program makan siang gratis perlu penyesuaian (finetune) terhadap subsidi energi yang salah sasaran. Ada wacana dana makan siang gratis dimasukkan dalam dana BOSP. Dana BOSP yang dikelola Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam APBN 2024 sebesar Rp57 triliun dan disalurkan ke 419.218 sekolah pada akhirnya dapat terganggu.
Janji makan siang gratis mulai dibahas oleh kabinet ternyata hanya opsi sementara yang diwacanakan oleh pemerintah dan diambil dari dana bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP). Wacana penggunaan dana-dana BOSP untuk merealisasikan program makan siang gratis adalah gagasan dari Calon Presiden dan Wakil Presiden menuai penolakan dari guru. Para persatuan guru merasa khawatir akan mempengaruhi gaji guru dan tenaga kependidikan (Kompas, tanggal 4 Maret, 2024). Wacana penggunaan dana BOSP untuk membiayai program makan gratis tersebut pertama kali disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat simulasi program makan gratis di SMP Negeri 2 Curug Tangerang Banten beberapa hari yang lalu.
Pernah dihitung jika untuk sepiring nasi anak sekolah seharga Rp15.000 dan untuk kebutuhan murid se-Indonesia menurut kalkulasi Indonesia Food Security Review 2024, diperkirakan memerlukan biaya sebesar Rp450 triliun dalam waktu setahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menengarai adanya defisit anggaran 2024/ 2035 sebesar 2,45 – 2,8 persen dan menggerus perekonomian dan PDB Indonesia.
Rencana program makan siang gratis ini tidak bisa didiskusikan secara serampangan, tanpa mengkalkulasikan mulai dari sumber anggaran, teknis produksi, kandungan gizi, distribusi, sampai ke penerima manfaat dengan tepat. Program nasional, seharusnya dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat serta mengundang partisipasi publik. Indonesia sangat luas dan berbeda sumber makanan bergizi gizi, murah meriah untuk swa-sembada pangan lokal. Program pemerintah harus mempunyai landasan filosofis, epidemiologis, etis, historis, biodiversitas alam Indonesia, sehingga memberi manfaat nilai kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Gizi anak sejak dalam kandungan membutuhkan investasi negara untuk mewujudkan daya saing bangsa. Program makan siang gratis semestinya tidak diambil dari dari anggaran dana rutin yang ada di APBN.
Di sisi lain, perlunya membuka ruang dialog secara objektif dan transparan dengan seluruh jajaran, termasuk akademisi dan masyarakat luas untuk pemecahan masalah bangsa sebagai program andalan. Kalau yang dimaksud mungkin bukan siang gratis, akan tetapi kegiatan memberikan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS), seperti yang dilaksanakan di banyak negara. Semua pihak perlu dilibatkan agar tujuan dari program untuk pemenuhan gizi anak sekolah bisa benar-benar berjalan baik.
Program makan siang gratis seyogyanya dilaksanakan secara selektif dengan penerima manfaat terfokus pada anak dari keluarga miskin yang tinggal di daerah rawan pangan, terisolir dan keluarga yang kurang mampu. Semuanya dengan satu data. Makan siang gratis sasarannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia khususnya anak anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa.
Upaya pelayanan kesehatan/gizi ibu dan anak (KIA) belum terintegrasi dalam satu data. Satu data menjadi kata kunci kesuksesan dalam pembangunan SDM Indonesia untuk menyongsong Indonesia Emas 2045. Bappenas, Bappeda, dan seluruh pemimpin bangsa perlu memikirkan hal ini sebagai satu konsep pertama dan utama dengan satu data. Pelayanan KIA harus dari hulu, jauh sebelum ibu hamil, bahkan sejak masih remaja putri. Pelayanan KIA harus diawali sejak awal, mulai dari kesehatan remaja putri, calon pengantin sebagai warga negara menuju Indonesia sehat di tahun 2045. Upaya ini harus dimulai jauh sebelum hamil, masa kontrasepsi, tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai saat kelahiran bayi, hingga remaja sebagai konsep paradigma sehat pencegahan primordial, PRE-EMPTIVE MEDICINE, preventive, dan promotive. Pelayanan kesehatan tidak hanya kuratif, rehabilitatif, dan paliatif, tapi penanggulangan kelainan bayi, BBLR, stunting harus dimulai dari hulunya, sejak dalam kandungan ibu sampai remaja putri. Dengan berbagai upaya di atas kita dapat menciptakan anak anak Indonesia yang sehat, cerdas, dan unggul menuju Indonesia Emas pada 2045.
Ide makan siang gratis untuk anak sekolah sebenarnya telah dikerjakan sejak zaman presiden Suharto, tepatnya di daerah daerah miskin, terluar, dan desa terpencil, atau yang dikenal dengan istilah Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS). Pemberian PMT AS diberikan tambahan sebanyak 300 kalori, 5 gram protein hewani dari makanan lokal yang digemari yang dikelola oleh komite sekolah. Tujuan PMT AS adalah untuk memprdayakan masyarakat dan tidak membebani uang negara. Sebagian akademisi yang pernah terlibat dalam PMT AS dapat memberikan pengalaman di daerah. Sayangnya program ini hilang dengan adanya desentralisasi pasca reformasi.
Implementasi program makan siang gratis bisa diberikan secara bertahap melalui pemberian susu sapi sebagai uji coba, sambil melakukan koordinasi, kolaborasi, konsistensi, komunikasi, sinkronisasi sampai evaluasi untuk peningkatan program lanjutan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempunyai pengalaman panjang dan juga terlibat langsung evaluasi PMT AS.
Di negara maju, sekolah turut dilengkapi dengan dapur, kantin, lunch hall di setiap sekolah sambil diberikan edukasi tentang gizi, hygiene, sanitasi untuk tumbuh, kembang, kecerdasan, dan mencegah sakit sekaligus imunisasi. Secara berkala mereka diukur tinggi badan dan berat badan sambil diberikan pendidikan, pemahaman tentang kesehatan, dan gizi untuk kecerdasan. Pemberian makan gratis termasuk menghadirkan makanan lengkap sekaligus mencegah bahaya keracunan. Anak dididik untuk mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir, mengenalkan makan-makanan lokal yang bergizi tinggi, sampai memperkenalkan sayuran dan buah-buahan di daerah yang melimpah. Perlu diketahui juga, jika di negara maju, siswa miskin mendapatkan subsidi membeli makanan murah di kantin sekolah yang berstandar asupan energi, protein, serta vitamin dan mineral.
Selain itu, di negara maju juga telah dilakukan pemberian voucher pada ibu hamil, bayi, anak balita dari keluarga-keluarga yang membutuhkan bantuan. Program pemberian makan gratis perlu pendekatan local food based yang ada di daerah tersebut dan melalui pendekatan siklus hidup. Pemberian makan siang gratis harus berdasarkan pada sasaran yang tepat, yakni bagi siswa yang membutuhkan, dan akan lebih baik lagi jika bisa by name dan by address.
Akhir kata, sebenarnya prioritas penerima makan siang gratis seharusnya merupakan anak-anak yang terganggu tumbuh kembangnya, terkena stunting, hingga remaja putri yang menderita anemia gizi. Oleh sebab itu, perlu adanya penyempurnaan data penerima. Lalu, perlu membuat peraturan sekaligus petunjuk pelaksanaan untuk membuat kriteria terkait siapa saja yang berhak menerima sampai regulasi sekaligus sanksi bagi yang menyelewengkan program ini. Semoga jika nantinya dijalankan bisa tepat sasaran.