Organisasi Profesi Medis di Kudus Mendukung Perbaikan Sistem Kesehatan Nasional dan Menolak RUU Kesehatan (Omnibus Law)
Kudus – INDONESIA, 3 November 2022. Setelah 5 Organisasi Profesi Medis diantaranya Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), beserta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan sikap yang menolak Penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law) pada beberapa pekan lalu, kini IDI Cabang Kudus, beserta PDGI, PPNI, IBI, dan IAI setempat juga menyatakan hal yang sama, dimana dalam penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas oleh DPR RI yang salah satu agenda pembahasannya adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law).
Dalam Jumpa Pers yang diadakan di Sekretariat IDI Cabang Kudus, Kamis (3/11) hari ini, Ketua IDI Cabang Kudus, dr. Ahmad Syaifuddin, M.Kes mengatakan bahwa IDI beserta Organisasi Profesi Kesehatan mendukung perbaikan sistem Kesehatan nasional dan menolak penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law. “Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan IDI dan Pemda malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat,” tegas dr Syaifuddin.
Dalam acara tersebut, dr. Ahmad Syaifuddin, M.Kes selaku Ketua Cabang IDI Kudus, beserta PPNI yang diwakili oleh Ns Masvan, S.Kep, M.Kes, Darini, S.S.T Keb dari Ikatan Bidan Indonesia, drg. Rustanto dari PDGI, dan Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI menegaskan bahwa sebagai organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan (a.l UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU No.4 tahun 2019 tentang Kebidanan), dan demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, Organisasi Profesi Medis dan kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada dan mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.
Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.
Apt Shohibul Umam, S.Farm dari IAI mengatakan bahwa Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.
IDI dan Organisasi Profesi Medis Kesehatan mengingatkan bahwa situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak bahwa permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan harus dikedepankan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Ditambahkan oleh drg. Rustanto dari PDGI, “Hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.”
Selain itu, dr Syaifuddin juga mengingatkan bahwa ada banyak tantangan Kesehatan seperti persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas diatasi (mis. TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.
Catatan:
Dari data yang diperoleh di halaman DPR RI (Link website : https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/BALEG-SK-PROLEGNAS-RUU-PRIORITAS-TAHUN-2022-1642658467.pdf) dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No.8/DPR RI/II/2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU ini baru termuat dalam berita “Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023” pada tanggal 29 Agustus 2022
(Link berita : https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/40358/t/Baleg+DPR+Bahas+Daftar+Usulan+Prolegnas+Prioritas+2023) yang merupakan RUU usulan DPR. Lalu Organisasi Profesi Kesehatan mendapatkan informasi RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2022
(Link berita: https://www.hukumonline.com/berita/a/melihat-daftar-prolegnas-prioritas-2022-perubahan-lt632af956cd2a7) pada tanggal 21 September 2022. Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam penelusuran, RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019 (informasi dari halaman DPR RI : https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/319P), namun terkait draft Naskah Akademik maupun RUUnya belum pernah diperoleh secara resmi.