Banner

Pentingnya Pembangunan Kesehatan Perempuan dan Dukungan dari Berbagai Pihak

Ayah sebagai pelindung dan Ibu sebagai pijakan kaki (milestone)” 

Buku Gizi Ibu Hamil Untuk Kecerdasan Bangsa: Jilid I

Saat ini kemajuan bangsa tidak lagi (hanya) ditentukan oleh penguasaan sumber daya alam saja. Dan, itulah yang dibutuhkan oleh semua bangsa di seluruh dunia. Pembangunan manusia merupakan pembangunan universal nomor satu yaitu melalui sumber daya manusia (SDM), khususnya perempuan. Pembangunan SDM merujuk pada usaha-usaha peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat, pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kejujuran, akhlak mulia, dan karakter dalam upaya meningkatkan produktivitas untuk kesejahteraan bangsa. Topik ini menguraikan tentang Human Capital Index (HDI) yang merupakan pengukuran kualitas SDM yang dirilis oleh Bank Dunia pada 2018. Hanya perempuan sehat, bergizi presisi yang akan melahirkan putra-putri bangsa bertalenta juara dan berdaya saing bangsa. 

Index ini kemudian menjadi parameter untuk mengukur “the amount of human capital that a child born today can expect to acquire by age 18, given the risks of poor health and poor education that prevail in the country where she lives”. Modal manusia yang bisa diakumulasi oleh seorang anak yang lahir pada hari ini, pada saat dia usia 18 tahun nanti. Indikator index ini juga bisa menghitung status gizi, kesehatan, pendidikan bagi produktivitas individu dan negara sebagai survival mereka. Bagi anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR), lahir tidak sehat, tidak mendapat air susu ibu (ASI), makanan pendamping ASI (MPASI), gizi, vaksinasi, imuniti, pendidikan,  dan rentan terhadap survival hidupnya mempunyai skor survival rendah. Dalam epidemiologi sendiri dikatakan sebagai disability adjusted lives years (DALYs).

Ibu adalah seorang manusia yang mulia. Mereka, seorang Ibu ditakdirkan untuk menjadi manusia sempurna yang penuh makna. Kematangan seorang Ibu akan menentukan perjalanan kehidupan bagi keluarga, bangsa, dan negara. Ibu menurut KBBI sendiri diartikan sebagai; wanita yang sudah bersuami, sebagai induk. Perempuan dipakai sebagai jenis kelamin. Perempuan asal kata empu (mampu) mempunyai keunggulan, kecantikan, kelembutan, keluhuran, kemuliaan sifat sifat asuhan, careness. 

Adapun semus manusia dilahrkan oleh seorang Ibu. Wanita (berani menata). Kamus Longman dictionary of contemporary English: mother is female parent, that which is the cause of anything happening, being produced, to give birth to a child, to care someone, to great protectiveness and care. Women adalah female, is being married. Jadi, Ibu adalah seorang wanita yang mulia dan penuh makna. Setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia sendiri diperingati sebagai Women’s International Day.

Ibu menjadi pelaku utama dalam kesehatan reproduksi. Kata ibu sendiri bersahaja, akan tetapi merupakan kata yang sangat mulia, sejuta makna sebagai seorang “istri” berperan sebagai ibu dalam konteks kesehatan reproduksi.  Ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, dan mendidik anak. Ibu sebagai guru pertama dalam kehidupan keluarga. Ibu mengajarkan doa-doa keseharian bagi anak dan keluarga untuk mengarungi kehidupan ke depan. Barker’s hipotesis menjadi bukti empiris dalam ilmu kedokteran. Karenanya, pelayanan perempuan harus lebih ramah keluarga. 

Ibu mempunyai peran yang sangat dominan dibandingkan dengan peran bapak. Ibu sebagai sosok pahlawan secara nyata, di dunia maupun di surga berbeda dalam keluarga, di negara mana saja dari bangsa-bangsa di dunia. Ibu mempunyai ‘sensitivitas’ berbagi lebih dalam dirinya, jika dibandingkan dengan laki laki. Ibu bertransformasi dalam wujud nyata sebagai pelaku kesehatan reproduksi yang rela bertaruh nyawa, berkorban tanpa beban bayi yang dikandung, melahirkan demi anak, keluarga, warganegara, dan negara. Ibu adalah Pijakan Kaki kesehatan reproduksi (milestone). Momen ini lah yang terkadang kurang disadari oleh pasangannya, sang suami. 

Indonesia sedang  menyongsong kejayaan bangsa menuju Indonesia Emas 2045, akan tetapi saat ini  masih banyak ibu yang mengalami gangguan kesehatan, menderita kelemahan, dan kesakitan. Sehingga bayi-bayi dilahirkan lemah, mengalami disabilitas, kurang berkualitas, dan harus merasakan hidup yang terbatas. Bayi – anak harus dijamin sejak dari hulunya, karena mereka dilahirkan oleh seorang ibu. Oleh karena itu, Ibu dan anak harus dilayani secara seksama dalam satu paket terbaik. Pelayanan ibu tidak hanya pelayanan biasa, akan tetapi harus dibangun dengan sempurna dalam sistem melalui berbagai skrining sebelum menjadi ibu.

Ibu menjadi sosok pahlawan yang serba bisa dalam melindungi diri sendiri, anak, dan bahkan merawat keluarganya. Ibu yang hebat adalah ibu yang mampu berdiri tegak menyelesaikan masalahnya sendiri dan mempesona karena keteguhan hatinya. Ibu hebat adalah ibu yang mampu menyusun kekuatan, menjaga moral, dan memiliki akhlak mulia dalam menghadapi beban kehidupan. Ibu hebat, tersenyum saat merana dan hatinya pedih merintih di kala sakit. Ibu hebat adalah ibu yang tidak pernah dendam dengan memberi maaf. Lihat ibu, dalam ajaran agama, berdaya penuh makna dan rahasia dari Sang Pencipta. Dalam Agama juga ada 30-an surat tentang ibu. Ibu menjadi tiang agama sekaligus tiang negara. 

Ibu, satu kata yang luar biasa, namun mempunyai sejuta makna,  berdimensi nyata, fakta dalam algoritma  dunia sampai  surga. Menyayangi ibu jaminannya adalah surga. Surga terletak di telapak kaki ibu. Ibu bisa menggantikan siapapun, akan tetapi ibu tidak bisa digantikan oleh siapapun. Ibu dan anak perempuan dikenal sebagai makhluk termulia di dunia, karena ‘ibu’ menjadi kata kunci, substansi, isi, literasi, relevansi materi yang dibahas langsung dalam sidang umum PBB, General Assembly United Nation, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh seluruh dunia hingga pemimpin bangsa. 

 Dalam PBB terdadat organisasi United Nation of Women. Women, as the majority of the global health, wealth and social care workforce, are the drivers of global health through their life cycle. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa kesehatan perempuan dipikirkan oleh para pakar kesehatan dan gizi di seluruh dunia sejak dulu kala, kini, dan bahkan juga nanti.

Perempuan mendapat tempat terhormat, dan memiliki derajat yang utama dan pertama di mana saja. Perempuan (termasuk anak perempuan) posisinya kadang lemah, dieksploitasi, tereksplorasi serba susah, salah sebagai ‘fitnah dan fitrah’. Perempuan dikonstruksikan ‘solehah dan amanah’ apabila mengizinkan suaminya menikah lagi sebagai bentuk konservatisme agama, maupun ajaran kesalehan perempuan. Ada suami yang minta istrinya hamil berkali-kali, walaupun istrinya kurang gizi, menderita anemia, terkena hipertensi, dan bahkan mengalami dehumanisasi. 

Laki laki disebut berhati nurani apabila dapat menempatkan status perempuan yang tinggi dan bergengsi. Relasi laki-laki dan perempuan harus diletakkan pada akal budi, mata hati, kesucian hati, dan komitmen yang tinggi tanpa basa-basi. Relasi suami – istri harus saling memahami, dilandasi niat mulia, etika, estetika, saling menjaga luhurnya budaya dan agama agar keduanya dapat berbahagia di dunia dan surga. Relasi suami – istri bukan hanya sekadar gender. Karena pembangunan kesehatan perempuan harus diutamakan dan diprioritaskan untuk kejayaan bangsa dan negara. 

Gizi ibu dan kesehatan reproduksi tidak pernah dikaji secara cermat dan mendalam akibat permasalahan, sebagai cermin kehidupan, keadaban mental di masyarakat. Kesehatan reproduksi direduksi, disrupsi, distorsi bahkan tidak dievaluasi. Kesehatan reproduksi harus tumbuh diatas akar budaya, norma humaniora keluarga dan dan etika universal. Kesehatan reproduksi dan gizi mempunyai makna filosofis, fisiologis, etis, ekonomis dan humanis. Kaum pria tidak bisa mengasah rasa, sebagai warga negara yang perlu menjaga kemurnian niat dalam deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) yang dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948. Wajah pongah kaum pria tidak akan berubah. Hak asasi yang perlu dijunjung tinggi seluruh umat manusia di seluruh dunia. Kaum perempuan tidak mempunyai hak reproduksi. 

Perempuan diminta berkontrasepsi karena suami yang tidak mengerti filosofi arti reproduksi yang hakiki. Di negara mana saja di dunia, perempuan termarginalisasi, mengalami berbagai uji nurani, ironi, diskriminasi, kekerasan, poligami, perkawinan anak, kawin kontrak, perceraian, konservatisme, fundamentalisme agama, hingga nilai rendah ekonomi. 

Indonesia telah ikut serta dalam meratifikasi Konvensi Diskriminasi terhadap Kekerasan Perempuan (CEDAW), termasuk kekerasan seksual. Tetapi, begitulah nasib perempuan. Pembangunan dianggap hanya untuk meningkatkan Index Pembangunan Manusia (IPM), yang seutuhnya hanya dapat tercapai melalui siklus hidup yaitu program yang sensitif dan spesifik. 

Program PBB, WHO, bertahun tahun juga ingin memutus mata rantai kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan melalui perempuan, dengan gizi seimbang, melahirkan putra-putri bangsa yang bertalenta juara, dan mencerdaskan anak bangsa. Sehingga, nanti akan tercapai perempuan berdaya yang perkasa. 

Gizi ibu selama ini juga belum diungkap sebagai literasi, inspirasi, yang dibahas sebagai sumbangsih dalam kehidupan keluarga, mengantarkan anak bangsa bertalenta dan menjaga negara. Gizi Ibu menjadi kata kunci pembangunan SDM yang holistic universal, sempurna dan paripurna. Interseksionalitas perempuan dikonstruksikan sebagai liyan, terpinggirkan (konco wingking). Moral politisi yang tak berideologi, kurang membahas ketahanan keluarga, tidak menyinggung aspek gizi, anemi, kesehatan reproduksi, hipertensi bahkan pre-eclampsi. 

Kematian ibu dalam kesehatan reproduksi, anemia, kurang gizi, hipertensi walaupun didukung epidemiologi tak direspon oleh birokrat, pejabat, aparat, dan wakil rakyat. Pasca pandemi Covid-19 sebagai momentum membangkitkan kesadaran, melalui pemberdayaan untuk menghilangkan kebodohan, keterbelakangan, ketidaktahuan, kemiskinan demi kesejahteraan, kemakmuran, dan kemuliaan bagi bangsa dan negara

 

Epidemiologi

WHO dan FAO tahun 2022 memperkirakan bahwa ada sebanyak 2 miliar remaja putri, wanita usia subur (WUS) dalam keluarga menderita kurang gizi dan anemia di dunia, khususnya di negara berkembang. Data dari Riskesdas 2018 menunjukan sebanyak 30 persen wanita usia subur menderita kurang gizi kronis yang diukur dengan lingkar lengan atas (LLA) dan  Indeks Masa Tubuh  (IMT) dan Kurang Energi Kronis (KEK). 

Selain kekurangan gizi, perempuan juga sudah banyak yang menderita kelebihan gizi, menderita obesitas, dan menjadi ancaman waktu hamil menderita gestasional diabetes melitus tipe 2, hipertensi, gagal ginjal, gagal jantung, fatty liver, cancer dan pre-eklampsi. Di antara mereka masih menderita kekurangan gizi, kurang energi, protein, vitamin A, vitamin D, magnesium, calcium, cuprum, gizi besi, asam folat, Zinc, dan yodium. Kurangnya gizi pada remaja putri berlanjut sampai berdampak saat hamil, janin, bersalin, nifas, anak sampai remaja. Siklus berulang sebagai lingkaran setan berkepanjangan. Kematian ibu akibat kurang gizi, gizi tidak presisi, anemi, infeksi, hipertensi dan pre-eklamsi. 

Epidemiologi mempunyai arti neuropathway sebagai trajectory kehidupan. Neuropathway berarti memori, apa yang sudah terjadi masa lalu, masa sekarang, dan terjadi di masa depan. Hasil hasil penelitian dalam epidemiologi, biostatistik berbagai kejadian tentang pelayanan kesehatan memberi  pemahaman masa lalu, masa  kini dan yang akan datang. Penelitian epidemiologi menunjukkan hasil kerja manusia, data sebagai cermin tidak hanya perlu kerja keras tetapi juga cerdas, lugas, tuntas dan ikhlas. 

Kematian ibu bukan hanya jadi kematian biasa. Kematian ibu sebagai fakta, angka, data statistika dan pelengkap penderita. Hasil survey demografi kesehatan Indonesia SDKI tahun 2013 sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup dan di survei antar sensus (SAS) tahun 2018 sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu,kematian bayi baru lahir meninggal sebanyak 59 / 1000 kelahiran hidup. 

Angka BBLR Riskesdas 2007 menunjukkan angka 10,2 – 25,7 persen sebagai cermin resultante kesehatan ibu dan anak.  Sebanyak 11 provinsi angka BBLR berada di atas rata-rata angka nasional. Kematian ibu hamil akibat hipertensi di tahun 2010 – 2013 juga meningkat secara signifikan (data Kemenkes, 2014).  Kematian ibu sebanyak 4.912 meninggal saat bersalin per tahun. Bahkan, angka kematian ibu dan bayi pada bulan Desember 2019 – Maret 2021  juga meningkat semasa Covid-19 sangat tinggi (data Kompas, 9 Maret 2021). 

Bank Dunia pada tahun 2018 menghitung akibat kekurangan gizi – protein, anak Indonesia kehilangan 2 atau 3 persen dari produk domestic bruto sebanyak 20 milyar $ USA. Federation of International Gynecology dan Obstetric tahun 2021 telah merekomendasikan bahwa ibu wajib bergizi normal, bahkan harus berstatus gizi presisi sebelum hamil untuk menghindari risiko  malnutrisi, anemia, infeksi, hipertensi, dan pre-eclampsia.

Komposisi tubuh ibu (otot, lemak) sebelum hamil akan menentukan kesehatan bayi, anak saat dewasa dan masa depan bangsa. Hipotesis Barker’s  secara empiris menyebut jika ada hubungannya antara status gizi ibu hamil dengan kesakitan di masa dewasa, fetal origin adult diseases  (FOAD). Dampak pengaruh gizi secara spesifik dalam tahapan kehamilan dan luaran kehamilan rawan dan komplek. Dampak gestasional diabetes mellitus, anemi, infeksi, hipertensi dan preeklampsia pada kehamilan menjadi topic dunia. Termasuk, kesakitan, abortus, still birth, kematian baik pada ibu maupun bayi baru lahir yang sangat memprihatinkan. Kematian ibu terjadi “in between”, sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi.Keadaan ini menjadi keprihatinan seluruh pakar kesehatan, gizi dunia khususnya di negara berkembang.

Program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) belum lengkap dalam satu paket, yang mana meliputi pendidikan perempuan, penanggulangan anemia, kurang gizi, infeksi, malnutrisi, menunda pernikahan dini <20 tahun, kehamilan, persalinan, nifas, berhenti hamil <35 tahun, menjarangkan kehamilan untuk program rencana keluarga. Pelayanan kesehatan reproduksi mempunyai sejarah panjang. Pelayanan kesehatan reproduksi dapat dipakai untuk mengukur keadaban, peradaban, kecerdasan, kesadaran dan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan. Kesehatan reproduksi tentunya menjadi esensi, substansi, relevansi, dan implementasi antar generasi berkelanjutan tiap dekade karena menjadi krusial, fundamental, universal dan esensial bagi keluarga muda di setiap negara.

Dalam epidemiologi gizi, biostatistik kematian ibu bukan kematian biasa. Kematian ibu sebagai fakta, angka, data, dan statistika. Kesehatan reproduksi (hamil, melahirkan, dan nifas) bukan hanya bidang kedokteran saja. Seperti filosofi yang ditulis oleh Rudolf Virchow berabad abad yang lalu yang mengatakan jikamedicine is a social sciences and politics is nothing else but medicine on a large scale”. Jadi, pelayanan kesehatan perempuan akan memecahkan masalah kesehatan dunia yang universal. 

Di Indonesia sendiri, angka kematian ibu (AKI) dan bayi baru lahir secara epidemiologis dari hasil berbagai survei menunjukkan bahwa kematian ibu hamil dan kematian bayi baru lahir tetap tinggi. Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 1997 menyebut jika kematian ibu sebesar 390/100.000 kelahiran hidup, menurun pada 2007 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah persalinan pada tahun 2007 sebanyak 4.000.000 dan meningkat sebanyak 5.000.000 pada tahun 2012. 

Namun, SDKI tahun 2013 terkait kematian ibu meningkat menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2018 masih ada di 305 per 100. 000 kelahiran hidup. Kematian ibu hampir menyamai kematian akibat pandemi. Konsep kesehatan perempuan belum menggembirakan sejak tahun 1978 melalui program health for all; ICPD, Kairo, Service Delivery Expansion Support (SDES), pregnancy safer, Child Survival, MDGs bahkan sampai SDGs sekarang. 

Semua pihak perlu mendudukkan isu AKI, anemia, kurang gizi, infeksi, hipertensi, preeclampsia sebagai masalah, kesenjangan pelayanan kesehatan ibu. Analisa data, statistika dan aksi nyata dalam pelayanan kesehatan ibu – anak belum dibahas tuntas. Dalam perspektif kesehatan, kematian ibu di tahun 2013, meningkat hampir 200 persen yaitu 359 / 100.000 kelahiran, dan kematian bayi baru lahir meninggal 59 / 1000 kelahiran hidup. Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, infeksi dan persalinan macet. 

Sementara itu, kematian bayi baru lahir disebabkan: 40 persen disebabkan asphyxia, 20 persen disebabkan infeksi, pneumonia, diare, komplikasi preterm dan batuk kronis. Kalau kelahiran pada tahun 2007 sebanyak 4.000.000 dan tahun 2013 sebanyak 5. 000.000 dapat dihitung berapa jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir. Kematian ibu menuntut kesadaran, kecerdasan formal, institusional atas konteks struktural, formal, kultural dan sosial kemasyarakatan.

Kesehatan ibu dan bayi sebagai akselerator dan distraktor pelayanan kesehatan suatu negara. Kematian ibu/bayi baru lahir merupakan ukuran komparatif, kontemplatif, reflektif, kualitatif, imperatif, efektif, inklusif, dan solutif. Keberhasilan program pelayanan kesehatan ibu dan anak membutuhkan koordinasi, kolaborasi, konsistensi, sinkronisasi, implementasi dan evaluasi. Program KIA sebagai upaya bersama seluruh masyarakat, lintas generasi di seluruh negeri demi Indonesia yang lebih baik di masa depan. To morrow is to day. Negara dan penguasa harus hadir untuk memecahkan masalah ini sekarang juga, agar ibu selamat dalam mengarungi bahtera derita yang mendera di semua negara.

 

Pembangunan Kesehatan Perempuan

Layanan Kesehatan Perempuan harus diangkat setinggi-tingginya sebagai Pembangunan Kesehatan yang prima dan terintegrasi dengan satu data. Perempuan harus diangkat derajat dan martabat di tempat yang terhormat. Pembangunan Perempuan harus diutamakan sebelum pembangunan yang lain. Kita harus mawas diri. bangkit dari mimpi.  Kesehatan reproduksi membutuhkan peran semua orang yang lebih besar untuk mengatasinya dengan bekerja sama, kolaborasi, komunikasi, sinergi, konsistensi, implementasi semua potensi sampai evaluasi

Kita harus melakukan transformasi, bersinergi sampai mewujud ke konvergensi. Kesempurnaan pelayanan kaum perempuan itu bukan di “atau” melainkan “di – dan”. Kompetensi perempuan saja tidak cukup tetapi harus dilindungi oleh suami bahkan regulasi khususnya dalam kesehatan reproduksi sehingga pasca Covid agar tidak terdisrupsi lagi. Pasca reformasi, layanan kesehatan perempuan tetap terdistorsi, disrupsi sampai termarginalisasi. 

Ibu yang pembelajar, berpendidikan, dan kompetensinya tinggi adalah ibu yang rasional, berbudaya, beragama, menimba segala ilmu pengetahuan, berkemampuan, kemajuan, dengan moto pencerahan. Seperti  kata Filsuf Jerman Immanuel Kant, “dare to think”. Sosok ibu komitmennya tinggi bagi kelangsungan masa depan anak-anak bangsa. Jika melihat sejarah, sejak tanggal 22 Desember 1928, ibu menjadi pelopor, gerakan, pembaruan yang konsisten. Gizi ibu tidak pernah dikaji, teralienasi, deliberasi, dipahami sebagai solusi dan selesai sebagai capaian pembangunan bangsa Indonesia.

Permasalahan ibu ke depan harus kita hadirkan pada hari ini, to morrow is to day untuk menyongsong Indonesia nan jaya sepanjang masa. Karenanya, gizi ibu perlu ditingkatkan kapasitasnya (scaling up nutrition and human capacity building) agar ibu tidak menderita anemia, kurang gizi, malnutrisi, infeksi, hipertensi untuk melahirkan anak anak yang luar biasa, bertalenta juara, sebagai putra putri bangsa, manusia yang sempurna. Ibu mengantarkan anak anak Indonesia bahkan dunia, sehat, afiat, kuat sampai akhir hayat. Perempuan berdaya, terjaga, agar Indonesia Raya berjaya. 

Kita wajib angkat topik Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember, dan Women’s Day yang berbeda dengan  Mother’s Day di negara barat, sebagai urusan domestik yang membahas jasa ibu dalam keluarga. Kita juga perlu melakukan kegiatan nyata dengan pada  Hari Ibu di kancah Internasional yang diperingati sebagai Women’s Day pada tanggal 8 Maret 2024 bagi perempuan sedunia oleh United Nation. Bagi perempuan tanah air maupun nusantara kalian adalah wanita yang berjasa telah melahirkan anak, member ASI, MPASI, membesarkan, mendidik, meningkatkan kapasitas generasi muda bangsa, Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Keberhasilan Indonesia di tangan kalian. Mari bergandengan tangan menuju Perempuan Generasi Emas Indonesia di tahun 2045. 

Masalah kesehatan dan kematian ibu, kematian bayi baru lahir, stunting, obesitas adalah masalah dasar, fundamental kesehatan, pangan, gizi, keadaban, kesejahteraan, keadilan dan kemanusiaan. Apa bangsa Indonesia seperti mengidap amnesia? Seolah tidak peduli pada kematian ibu, kematian bayi baru lahir, anak kurang gizi, balita stunting, gizi buruk, anemia, infeksi, dan obesitas. Orang Indonesia juga mudah lupa terhadap masalah kronis bertahun tahun yang telah mendera perempuan. Sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas kematian ibu dan bayi baru lahir adalah elit politik dan penyelenggara Negara, termasuk pemerintah daerah dengan seluruh organisasi pemerintah daerah. Selama 25 tahun pasca reformasi, belum ada bukti bahwa desentralisasi mampu berinovasi. 

Dalam pelayanan kesehatan tidak ada makan siang gratis. Pelayanan kesehatan ibu dan anak tidak dapat selesai dengan sendirinya (taken for granted). Faktanya masyarakat tidak bisa membeli sehat. Beli obat bisa, tapi beli sehat tidak ada yang jual. Padahal, sehat sebenarnya bisa murah dan bisa mahal. Semuanya, tergantung pilihan. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri ke lintas generasi sampai nanti di seluruh negeri. Dalam pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi tidak seperti pemadaman kebakaran, sekali dipadamkan selesai. Masalah pelayanan kesehatan reproduksi silih berganti, tali temali, mempunyai banyak dimensi dan variasi, sehingga harus diupayakan dengan perbaikan berkelanjutan dan berkeadilan melalui regulasi. 

Kalau kesehatan reproduksi telah berjalan dengan baik, lengkap sesuai dengan bahasan ilmu kedokteran yang memenuhi standar ilmu kedokteran yang utuh, meliputi pre-emptif, preventif, promotif,  protektif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif.  Kita sebagai orang Indonesia yang beragama, berbudaya, berupaya terus menerus dan berdoa. Kepada Sang Pencipta.  Segala upaya  dapat tergambar memenuhi kaidah kesehatan individu, kelompok, masyarakat sesuai dengan evidence based medicine, ilmu kedokteran berbasis bukti klinis dan kesehatan masyarakat sehingga perlu memperkuat nilai nilai dalam keseharian, perilaku kesehatan dengan niatan, kesadaran dan pemberdayaan masyarakat agar mereka mampu menolong dirinya sendiri, syukur keluarga dan masyarakat sebagai gerakan kaum perempuan. 

Kesehatan reproduksi mempunyai kaidah science dan technology, secara holistik sebagai gambaran ideal tentang pelayanan kesehatan untuk membangun SDM yang unggul. Pembangunan kesehatan perempuan berbasis ilmu pengetahuan, epidemiologi berbasis bukti klinis sepanjang hayat yang melekat, niat hidup sehat, afiat, kuat sampai akhir hayat.  Kesehatan reproduksi dengan perempuan sebagai pelaku utama berbeda dengan kaum pria. Perempuan pun mempunyai biologi, fisiologi, psikologi spesifik, unik. Perempuan mengalami genetik varian tersendiri, disrupsi hormonal sehingga mempunyai genome proteome, metabolome, microbiome, exposome mengalami folliculogenesis, ovulasi, menstruasi, implantasi, placentasi, pregnansi yang sangat dipengaruhi oleh hormone, reaksi inflamasi, dan oxidative stress metabolik. 

Pelayanan kesehatan reproduksi mampu memperkuat nilai-nilai yang menyangkut karakter, hubungan suami istri sebagai keharusan (conditio sine qua non) yang ada dalam kesetaraan, kesejahteraan, kebahagiaan, kenikmatan keluarga.  Kesehatan reproduksi perspektif gender, perlunya kesadaran, berwawasan pencegahan, keberlanjutan, dan menjamin keadilan (beyond intergenerational equity). Kesehatan reproduksi mempunyai titik-titik kelemahan dapat menyebabkan 5 D (death, diseases, discomfort, disability dan destitution) dengan pelaku utamanya adalah kaum perempuan. 

Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui perempuan yang paling sensitif, efektif yaitu melalui siklus hidup (life cycle), melalui keluarga dan ramah ibu dan anak yang diterapkan di seluruh negara di dunia. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan pelayanan satu paket, sebagai pelayanan dasar bersinergi dan terintegrasi. Pembangunan SDM melalui perempuan dilaksanakan sejak dari hulunya yang diperankan oleh perempuan. Perempuan adalah pemegang hak kedaulatan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi tentunya membutuhkan gizi presisi, karena perempuan memegang prosess fisiologi yakni oocyt (pembuat sel telur), menstruasi, plasentasi, organogenesis, hamil, menyusui, nifas dalam trajectory kesehatan perempuan. 

Dalam hal ini, Ikatan Dokter Indonesia bersedia ikut merumuskan konsep Pembangunan Kesehatan Perempuan yang berkelanjutan, berkeadilan, ramah keluarga lengkap dalam pelayanan kedokteran pre-emptif, preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif dengan diiringi doa dari Sang Pencipta. Kami ingin menyatu dengan Koalisi Perempuan Indonesia yang selalu memperjuangkan derajat, martabat perempuan. Sebab, kesehatan perempuan lah yang nantinya akan menjadi kunci kejayaan nusa dan bangsa. 

Ditulis Oleh : DR. Dr. Darmono SS, MPH, SpGK.

IDI Wilayah Jawa Tengah

Bagikan Artikel Ini
Hotline