Sejarah Bedah Plastik di Indonesia Sebelum Kemerdekaan
Praktik bedah plastik di Indonesia memiliki akar yang dalam, berawal dari masuknya ilmu kedokteran dari Barat. Pada awalnya, prosedur ini lebih sering dilakukan untuk memperbaiki kondisi korban perang yang menderita luka bakar. Ilmu bedah plastik diperkenalkan oleh ahli bedah dari Austro-Hungaria yang menetap di Hindia Belanda, yang merupakan bagian dari Korps Medis Angkatan Darat setelah Perang Dunia I.
Kasus-kasus yang umum ditangani pada masa itu mencakup kerusakan pada wajah, bibir sumbing, luka bakar, dan kanker kulit. Menurut jurnal "A Brief History of The Development of Plastic Surgery in The Netherlands East Indies", pada tahun 1927, Robert Lesk diangkat sebagai profesor pertama dalam bidang bedah dan ortopedi di Batavia.
Pada tahun 1909, Lesk bergabung dengan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda dan bertugas di Jawa. Lesk juga diminta untuk mengajar bedah dan dermatologi di sekolah kedokteran STOVIA hingga tahun 1914. Dalam Jurnal Medis Hindia Belanda Timur, Lesk menulis tentang bedah plastik untuk pengobatan kanker kulit, operasi kepala, leher, serta perawatan bibir sumbing dan langit-langit mulut.
Menurut obituari Lesk di De Sumatera Post tahun 1937, ia telah melakukan operasi pada setidaknya 30 orang di setiap kota yang dikunjunginya. Setelah kematiannya, Profesor Tiddo Reddingius melanjutkan tugas di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, di mana ia merawat tentara yang membutuhkan operasi dan perawatan luka bakar. Reddingius juga memperkenalkan penggunaan anestesi dengan gas nitro oksida di Batavia.
Perkembangan Bedah Plastik di Indonesia
Pengembangan bedah plastik di Indonesia tidak terlepas dari peran Prof. Dr. Moenadjat Wiraatmadja. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 1958 ini melanjutkan pendidikan di bidang bedah plastik di Universitas Washington dan Rumah Sakit Barnes, Amerika Serikat hingga tahun 1959. Sekembalinya ke Indonesia, ia mengabdikan ilmunya dalam pendidikan dan pelayanan bedah plastik di FKUI/RSCM.
Bedah plastik mulai diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri pada April 1959. Setelah Profesor Moenadjat meninggal dunia pada tahun 1980, posisinya sebagai Kepala Divisi Bedah Plastik RSCM digantikan oleh Dr. Sidik Setiamihardja. Program pelatihan bedah plastik menjadi wajib selama dua tahun untuk menjadi ahli bedah plastik.
Dokter Bisono Sp.B, yang menyelesaikan pendidikannya di tahun 1971, dan Dr. Sidik Setiamihardja Sp.B, yang menjadi ahli bedah plastik pada tahun 1974, merupakan murid-murid pertama yang diangkat oleh Profesor Moenadjat.
Pada tahun 1980, PERAPI (Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia) didirikan dan diresmikan pada 8 November 1980 di Jakarta, serta terdaftar secara resmi pada 16 Maret 1982.
Baca Juga: Mengenal Bapak Bedah Plastik Indonesia, Prof. Moenadjat Wiraatmadja
Pembentukan Perhimpunan dan Kolegium
Program pelatihan bedah plastik resmi didirikan di FKUI pada tahun 1989 dengan SK No.107/DIKTI/Kep/1989 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. Program ini dimulai pada 1 Januari 1990, dengan kegiatan pendidikan yang dikombinasikan dengan layanan bedah plastik untuk pasien.
Pada tahun yang sama, Program Studi Bedah Plastik diresmikan oleh Dirjen Dikti dan menjadi satu-satunya program pendidikan spesialis di Jakarta. PERAPI juga diakui sebagai organisasi spesialis oleh IDI dalam kongresnya di Yogyakarta, dan pada tahun 1998, pusat pendidikan bedah plastik kedua di Indonesia dibuka di Surabaya.
Saat ini, terdapat lima program pelatihan bedah plastik rekonstruktif dan estetika di Indonesia, yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Universitas Udayana, dan Universitas Syiah Kuala. Rencananya, pusat-pusat pendidikan ini akan diperluas ke beberapa kota besar lainnya, seperti Palembang, Yogyakarta, dan Semarang.
Organisasi internasional yang menaungi bedah plastik adalah International Confederation of Plastic Reconstructive Surgery (IPRS), sedangkan Asia Pacific Section of IPRS dan ASEAN Federation of Plastic Surgery IPRS adalah organisasi regional bagi dokter ahli bedah plastik.
Peran Bedah Plastik di Indonesia
Tim bedah plastik di RSCM, yang terdiri dari Dr. Sidik Setiamihardja, Dr. Chaula L. Sukasah, dan Dr. Gentur Sudjatmiko, berhasil menyelenggarakan kursus bedah mikro dasar pertama di Jakarta dan mempelopori kasus-kasus bedah mikro yang meliputi replantasi tungkai atas mayor pertama dan operasi free flap pertama.
Beberapa kasus bedah plastik yang menonjol di Indonesia termasuk operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh Dorce Gamalama di Surabaya pada tahun 1983, operasi rekonstruksi wajah yang disiram air keras pada kasus Lisa "face-off" oleh Tim Bedah Plastik Unair Surabaya, serta operasi pemisahan kembar siam Yuliana-Yuliani di RSCM.
Kiprah Internasional Bedah Plastik Indonesia
Anggota PERAPI, Dr. Limpah Kurnia Sp.BP.RE dan Dr. Enrina Diah Nurmerini, Sp.BP.RE Supsp.KMK, berpartisipasi dalam pelayanan di Gaza, Palestina bersama tim MER-C. Anggota kehormatan internasional PERAPI, Dr. Risal Djohan dari Ohio Cleveland, merupakan bagian dari tim transplantasi wajah pertama di dunia yang sukses.
Secara keseluruhan, perjalanan bedah plastik di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan sejak masa kolonial hingga saat ini. Melalui dedikasi para ahli dan upaya kolektif berbagai institusi, bedah plastik di Indonesia tidak hanya berhasil menciptakan dampak besar dalam bidang medis nasional, tetapi juga membawa pengaruh positif di kancah internasional.
Dengan adanya pelatihan, penelitian, dan inovasi berkelanjutan, masa depan bedah plastik di Indonesia diharapkan akan terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, sekaligus memperkokoh posisi Indonesia di dunia medis global.